Kamis, 24 Juni 2010

"Aku Menangis di Kuburan Mu"

Nama: Nopi Sari
“Aku Menangis di Kuburanmu”

Suara kicau burung mulai membangunkan Rendi di pagi dingin di hari minggu. Setelah mencuci mukanya dengan air sejuk kemudian ia membuat secangkir kopi hangat untuk menemaninya membaca harian pagi edisi minggu. Seperti biasa ia selalu mencari beberapa pekerjaan dikolom lowongan kerja. Rendi tidak memiliki pekerjaan tetap, dia hanya seorang penulis kecil untuk harian pagi. Ketika ia memiliki atau membuat sebuah tulisan yang bagus maka akan ia kirimkan ke redaksi harian pagi itu dan mendapatkan upah yang sesuai dengan karyanya. Pada malam minggu terkadang Rendi mengunjungi pacarnya Imel yang tinggal di perumahan karyawan yang tidak jauh dari rumahnya. Imel memang termasuk keluarga yang berada, berbeda dengan Rendi yang hidup dalam kesederhanaan. Namun orang tua Imel tidak melarang hubungan mereka. Meski dari keluarga yang berada, tapi Imeltidak memilih-milih teman. Karena itu Rendi sangat menyayanginya dan rela melakukan apa saja agar pacarnya tersebut bahagia. Malam hari tiba,waktunya untuk makan malam bersama antara mereka berdua. Namun saat makan malam berlangsung, hidung Imel mengeluarkan tetesan darah kental. Saat itu Rendi khawatir namun Imel hanya bilang kalau itu hanya mimisan biasa. Mendengar itu kekhawatiran Rendi berkurang.
Suatu minggu pagi mereka berjalan di taman kota namun tiba-tiba Imel jatuh pingsan, saat itu ia langsung dibawa Rendi ke rumah sakit terdekat. Setelah diperiksa oleh dokter yang bersangkutan Imel divonis menderita kanker otak. Hal itu diberi tahukan oleh dokter ke Imel,dan dikatakan bahwa umurnya tidak akan lama lagi. “Dok, saya harap dokter tidak memberitahukan hal ini pada pacar saya yang sedang menunggu didepan. Karena saya tidak ingin dia bersedih,” pinta Imel pada dokter tersebut. Setelah dokter keluar dari ruangan, “gimana Dok, keaaan pacar saya?” Tanya Rendi. O,,, anda tenang saja,pacar anda baik-baik saja hanya tekena anemia dan kekurangan darah. Makanya dia sering letih dan pingsan,” jawaban dokter pada Rendi. “Lalu bagaimana, dok?” Tanya Irul lagi penasaran. “Hm,,, tolong biarkan dia istirahat untuk beberapa hari ini dan jangan diganggu dulu ya,,,” saran dokter pada Rendi, lalu masuk ke dalam ruangan. Dokter meminta agar Imel tabah dan sabar serta banyak berdoa agar datang suatu keajaiban nanti dan segera diminta memberitahukan kepada kedua orang tuanya tentang penyakit yang sedang dideritanya tersebut. Dan juga untuk tidak berhenti berobat ke spesialis-spesialis kangker otak.
Akhirnya Rendi mengantarkan Imel pulang kerumahnya dengan sepeda motor. Sampai didepan teras, Imel mengucapkan selamat malam pada Rendi dan berpesan agar hati-hati dijalan, begitu pula dengan Rendi yang berpesan agar Imel banyak berisrirahat. Pada malam harinya setelah selesai makan malam bersama keluarga, Imel menceritakan yang terjadi terhadap dirinya kepada kedua orang tuanya. Imel merupakan anak satu-satunya dikeluarga tersebut, jadi wajar ia sangat disayangi oleh kedua orang tuanya. Mendengar apa yang disampaikan oleh anaknya tersebut kedua orang tuanya sangat sedih dan khawatir, dan segara berusaha bagaimana agar anaknya bisa cepat sembuh. Sudah seminggu sejak pengobatan Imel yang tidak diketahui oleh Rendi. Bahkan ketika Rendi menelpon untuk menanyakan keadaanya, pasti tidak pernah diangkat,smspun tidak pernah dibalas. Sampai satu hari Imel menelpon Rendi untuk datang kerumahnya. Sesampainya dirumah Imel, Rendi dipersilahkan masuk dan duduk diruang tamu.
Orang tua Imel memperhatikan dari atas tangga. Imel juga berpesan pada orang tuanya untuk tidak memberitahukan penyakit yang dideritanya kepada Rendi sampai kapanpun. Dengan wajah mulai pucat Imel meminta Rendi untuk mendengarkan ucapannya dengan serius. “Ren, aku minta kamu jauhi aku mulai saat ini,,,” pintanya dengan nada sedih. “Kenapa,,,,?” Tanya Rendi penasaran. “ Aku mau kuliah keluar negeri. Orang tuaku ingin aku hidup dengan orang yang sukses. Aku harap kamu bisa berusaha keras dan kembali padaku dengan kesuksesan yang kamu raih…” mendenger hal itu Rendi merasa terpukul dengan keadaan dirinya. Setelah Rendi pulang maka Imel menangis didalam kamar dan orang tuanya ikut sedih melihat yang terjadi pada anaknya. Setibanya dirumah, Rendi selalu murung dan memikirkan ucapan-ucapan yang telah didengarnya dari Imel. Itu menjadi sebuah penyemangatnya setelah pisah dari Imel. Ia bertekad untuk berusaha dan menjadi orang yang sukses, setelah itu ia akan kembali untuk membuktikan pada orang tua Imel, kalau ia mampu untuk menjadi orang yang sukses. Hampir setiap hari ia mencari pekerjaan, kebetulan Harian Pagi yang sering ia kirimi tulisan sedang mencari orang untuk menjadi wartawan tetap.
Dimulainya karir menjadi seorang wartawan, karena kerjanya yang gigih dan memuaskan kemudian Rendi diangkat menjadi pemmpin redaksi yang mengelola Harian Pagi tersebut. Namun ketertarikanya terhadap penulis tidak pudar, ia mulai membuat novel tentang kisah hidupnya yang ia angkat menjadi cerita yang menarik. Novel yang ia buat laku semua dan terkenal diseluruh nusantara bahkan sampai ke Malaysia. Novel tersebut juga sempat dibaca oleh Imel, ia senang Rendi sudah mulai sukses. Kini Rendi tidak lagi bekerja diHarian Pagi seperti biasa, kini dia telah menjadi penulis terkenal dan kaya raya. Namun, apa yang telah ia raih kini tidak membuatnya lupa dari mana asalnya. Dia tidak sombong dan selalu membantu orang-orang yang kesusahan. Pada hari minggu, seperti biasa Rendi pergi untuk berlibur pulang kerumahnya dikampungnya, namun cuaca agak sedikit mendung, namun tak menjadi halangan karena ia membawa mobil. Ketika mobilnya lewat didepan rumah Imel, ia hanya mendapati rumah tersebut sudah disegel dan tak berpenghuni lagi. Kebetulan rumah lama Rendi berda disekitar pemakaman umum, ia melihat kedua orang tua imel pun melupakan janji mereka untuk tidak mengatakan keaddaan anaknya yang sebenarnya. Orang tua Imel bercerita bahwa Imel terkena kangker otak, dan sebenarnya ia tidak pergi kuliah keluar negri tetapi untuk pergi berobat.
Dia tidak ingin membuat Rendi sedih dan dia berpesan agar Rendi tetap semangat dan ia senang atas kesuksesan yang telah Rendi raih. “Kami telah berusaha untuk kesembuhanya, seluruh harta kami jual agar anak kami bisa sembuh, tapi Tuhan berkehendak lain,” ucapan orang tua Imel dendan sedih. Setelah mendengar apa yang telah disampaikan orang tua tersebut, Rendi jatuh lemas terdiam. Sejenak ia membayangkan wajah Imel tersenyum padanya, terbayang pula segala kisah yang pernah mereka lalui bersama. Kemudian Rendi meminta orang tua Imel untuk mengantarkannya ke kuburan Imel. Disana seguduk tanah dan batu nisan bertuliskan nama Imelda Melani. Rendi menatap foto yang ada dikuburan tersebut, foto yang tersenyum padanya. Meninggalkan kisah kasih yang pilu, membuat air mata Rendi jatuh kesekian kalinya, menangisi kepergian kekasih yang sangat ia cintai,,,!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar